coordinator@plastikdetox.com

Empowering small businesses to prevent waste

Tas Kresek Milikmu Penyebab Hewan Mati Sia-sia

Posted September 3, 2020, 06:37 by Okky Sari


Foto ini diambil pada 29 Maret 2019 yang memperlihatkan seekor paus mati terdampar di Pulau Sardinia, Italia. Ditemukan 48,5 pon atau 22 kilogram sampah plastik di dalam perut paus sperma yang rupanya sedang hamil.
Ⓒ(SEAME Sardinia Onlus via AP)

Sangat miris mengetahui kematian binatang-binatang yang ternyata disebabkan oleh sampah plastik. Melihat foto ini, secara langsung sampah plastik membuat jumlah makhluk hidup berkurang setiap saat. Berharap untuk berkurangnya jumlah sampah plastik tidak hanya dengan doa, tetapi juga memerlukan gerakan nyata. 

Kita hidup berdampingan dengan alam, tetapi sulit mengakui kenyataan bahwa kesadaran kita semakin berkurang terhadapnya. Begitu banyak kejadian kerusakan alam karena ulah manusia, kini hampir dianggap biasa. Berton-ton sampah yang ada di sekeliling kita diiringi dengan keluhan terhadap dampak sampah. Faktanya, kita tetap menggunakan plastik sekali pakai tanpa berpikir dampak yang akan ditimbulkan. Kemudian kita menyalahkan pihak lain karena tidak bisa mengurus sampah yang ada. 
 
Terkadang beberapa orang berbelanja di toko atau warung kecil yang hanya membeli dalam hitungan satuan barang menggunakan plastik sekali pakai. Mereka selalu seperti itu dan tidak pernah memikirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap plastik sekali pakai yang ditimbun selama ini. Hal-hal kecil seperti ini menjadi kebiasaan buruk yang terus berlangsung sehingga kita mulai merasakan dampaknya.  
 
Dampak itu seperti polusi udara, pencemaran air, pencemaran tanah dan kematian makhluk hidup yang sia-sia. Sekitar tahun 2018, seorang kru dokumentasi BBC pernah mendokumentasikan burung-burung laut yang mati di sebuah pulau terpencil. Mirisnya, perut para unggas ini penuh dengan potongan-potongan plastik. Mikroplastik acap kali datang dari produk atau barang-barang berukuran besar. 
 
Mikroplastik ini juga ditemukan pada ikan, sedimen dasar laut dan bahkan di es Antartika. Penelitian sejumlah ilmuwan dari Universitas Manchester menemukan 1,9 juta partikel plastik dalam setiap satu meter persegi luas lautan. Mereka menemukan kumpulan sampah yang diantaranya terdapat serat pakaian dan bahan tekstil sintetis, serta pecahan benda besar yang remuk dari waktu ke waktu.
Adapula kasus seekor paus sperma (Physeter macrocephalus) ditemukan mati akibat menelan puluhan kilo sampah plastik. Bangkainya ditemukan terdampar di satu pantai di Porto Cervo, tujuan wisata populer di Sardinia, Italia. Mirisnya, ketika ahli melakukan pembedahan tubuh paus, mamalia laut ini diketahui sedang mengandung bayi paus. 
 
Di dalam perut paus pun ditemukan 22 kilogram plastik. Sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk melindungi cetacea (ordo paus) di Mediterania mengatakan kepada CNN bahwa isi perut mamalia itu terdiri dari kantong plastik, jala dan tali pancing, serta benda lain yang tidak bisa terurai. 
 
Ada pula kasus pada hari Sabtu, 16 Maret 2019, bangkai seekor paus muda ditemukan terdampar di Filipina, paus itu mati karena "kejutan lambung (gastric shock)" setelah menelan 40 kilogram sampah plastik. Ini hanya sedikit contoh kasus yang terjadi, masih banyak lagi peristiwa lain yang kita alami.
 
Kita harus mulai untuk mengatur pola pikir bahwa kita hidup saling berdampingan dengan alam, apapun yang terjadi pada alam itu semua karena kita. Jika kita ingin alam peduli pada kita, maka kita harus lebih dulu peduli terhadapnya. Karena apa yang kita lakukan pada alam, maka alam juga akan memberikan hal yang sama pada kita. Perubahan besar perlu gerakan besar juga, tidak bisa dilakukan sendiri walaupun kesadaran itu datang pada diri sendiri. 
 
Namun, untuk bisa bergerak nyata kita perlu bergerak bersama dengan cara berorganisasi dalam lingkup yang sama. Ini bertujuan untuk mengumpulkan orang-orang yang sepemikiran dan saling mengingatkan satu sama lain. Jangan sampai tas kresek yang hanya kamu pakai lima menit menjadi penyebab makhluk hidup mati sia-sia.
 
Penulis: Ni Putu Ayu Dewi Cahyantari (relawan PlastikDetox)
Editor: Luh De Dwi Jayanthi (koordinator PlastikDetox) 

Comments

There are no comments

 

Comments are disabled after three months