coordinator@plastikdetox.com

Empowering small businesses to prevent waste

Memupuk Sadar Nyampah saat Berbelanja

Posted October 14, 2020, 06:57 by Okky Sari


Konsumen ketika memilih barang yang diperlukan di pasar swalayan. Sumber: freepik.com.

Keranjang belanja mulai dipenuhi dengan 2 bungkus kerupuk mentah, 6 pak daun teh, 6 bungkus sabun mandi. Lorong berikutnya adalah lokasi bahan-bahan kue. Di situ, tempat ragi ukuran 500 gr kosong, yang ada hanya ragi sachetan ukuran 11 gr yang dikemas lagi dalam kotak atau plastik yang lebih besar. Tidak ada stok vanili cair botol besar, yang ada hanya botol lebih kecil yang tidak benar-benar penuh. Batal beli apa-apa dari lorong ini. Total belanjaan hari ini sebesar Rp130.000; total kemasan plastik hasil belanjaan 14; total kemasan plastik yang bisa dipakai ulang dari belanjaan hari ini hanya 2 saja.

Bagi kebanyakan orang, cara belanja di atas menimbulkan banyak pertanyaan? Kenapa batal beli vanili dan ragi? Kenapa selain belanjaannya, kemasan plastiknya ikut dihitung? Jawaban singkatnya, dunia sudah terlalu penuh dengan sampah plastik, baik yang terlihat maupun yang tak terlihat oleh mata. Apapun ukurannya, dimanapun adanya, sampah plastik tetap jadi masalah.

Tulisan ini bukan hendak membahas hewan yang mati karena menelan sampah plastik maupun polusi visual di tempat-tempat yang seharusnya bisa lebih indah lagi. Tulisan ini lebih pada berbagi cerita kiat belanja barang-barang yang sudah terlanjur dibungkus plastik, tetapi memang kita perlukan. Tulisan ini juga bukan tentang gaya hidup nol sampah yang membutuhkan akses yang lebih banyak. ayo bicara tentang  manusia yang akan nyampah di sepanjang kehidupannya.

Konsep “conscious waste” atau “sadar nyampah” merupakan jembatan antara gaya hidup pakai dan buang dengan gaya hidup nol sampah. Seperti yang dilontarkan Heidi Bischoff, mana yang lebih baik antara kesempurnaan nol sampah sekelompok kecil orang atau aksi pengurangan bertahap dan konsisten yang dilakukan beramai-ramai? 

Dalam presentasi TedX-nya, Laura Arnicāne mengungkapkan pengalamannya sebagai ibu baru yang pernah menangis pada saat jalan-jalan di kota. Ia tidak sempat menyiapkan bekal sehingga mengalami kelaparan dan kesulitan menemukan makanan yang sesuai dengan idealismenya tentang produk nol sampah. Laura tak sendiri, secara tidak terduga pun kita pasti pernah mengalami situasi seperti itu.

Bagi kebanyakan orang, gaya hidup nol sampah adalah ibarat lomba yang menguras energi yang bisa membuat stres dalam mencari barang yang dibutuhkan. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup nol sampah, kita membutuhkan lebih banyak uang, jarak dan waktu. 

Konsep sadar nyampah lebih kompromis dan fleksibel, sehingga lebih mudah untuk dijalankan. Konsep ini berbeda dari konsep kurangi-pakai ulang-daur ulang (reduce, reuse, recycle) yang selama ini kita pikir berjalan. Dalam konsep ini, ada tahap refleksi dan pikir ulang sebelum terjadinya konsumsi. Berapa banyak sampah yang selama ini dihasilkan? Dari sekian banyak sampah itu, apakah produknya benar-benar kita perlukan? 


Toko Organis merupakan toko isi ulang yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat. Sumber: ayobandung.com.

Daftar belanjaan yang disebut di atas sudah diputuskan berdasarkan barang mana yang menghasilkan lebih sedikit sampah. Harga masih terjangkau dan lokasi pembeliannya pun mudah dicapai. Kerupuk mentah bisa memenuhi 2 toples besar ukuran 4 liter, masih lebih sedikit plastiknya dibanding beli kerupuk siap makan yang seringkali ukuran bungkusnya tiga kali lebih besar dari isinya. 

Daun teh cukup untuk teh kental pagi dan malam selama satu bulan. Masih lebih sedikit juga plastiknya dibanding kandungan plastik dalam kantong teh celup. Enam kemasan plastik versus 60 kemasan mengandung plastik dengan frekuensi minum teh yang sama. Sayangnya, kini kemasan sabun mandi yang luarnya kertas pun dalamnya dilaminasi plastik. Tapi sabun batangan masih lebih awet daripada sabun cair kemasan botol maupun saset.

Apakah tidak pusing belanja seperti itu? Ya, mungkin sedikit di awalnya. Namun, hiburannya dari penghematan yang berhasil dilakukan. Waktu belanja di pasar swalayan, tambah banyak lorong yang hanya dilewati saja karena barang-barang yang di lorong itu tidak benar-benar diperlukan atau tidak memenuhi kriteria dikemas secara pas. 

Bersyukur apabila jumlah konsumen yang menghitung belanjaan seperti ini kian bertambah. Produsennya jadi semakin terdorong menampilkan produknya dengan kemasan yang tidak berlebihan. Produsen tidak menyusahkan konsumen setelah mengonsumsi produknya. Bisa lebih bagus kalau ada pilihan isi ulang dengan kemasan yang benar-benar dipakai ulang.

Penulis: Anna Sutanto (co-founder PlastikDetox)
Editor: Luh De Dwi Jayanthi (koordinator PlastikDetox)


Referensi:
Conscious Waste: overcoming perfection paralysis, Heidi Bischoff
https://medium.com/@heidi_bischof/conscious-waste-overcoming-perfection-paralysis-3c46c195a8

From zero waste to less waste – for the environment and your sanity, Laura Arnicāne
https://www.youtube.com/watch?v=Oqk7N1tgZRQ


Comments

There are no comments

 

Comments are disabled after three months

Other News