coordinator@plastikdetox.com

Empowering small businesses to prevent waste

Bisnis Warung Makan Ramah Lingkungan Novie Gehlen

Posted April 3, 2018, 08:45 by Okky Sari



Pagi itu, kami janjian bertemu di Biro, salah satu cabang warung makannya Novie Gehlen. Warungnya unik, bernuansa warna merah dan kuning yang energik. Aku melihat Novie pesan es teh. Minuman biasa menjadi tak biasa di mataku, karena disajikan dengan sedotan stainless steel.

Ia mengaku paling suka pakai sedotan stainless steel karena efisien dan elegan. “Aku sudah sempat pakai sedotan kaca tapi mudah pecah. Kalau sedotan kertas, dalam produksinya banyak menghabiskan air dan pohon. Nah stainless steel ini kan tahan banting ya, kalau selesai pakai ya tinggal disterilin saja,” ungkapnya sambil memperhatikan dan mengaduk es tehnya dengan sedotan itu.

Aku dan Novie duduk berhadap-hadapan, didepan kita tersaji sarapannya yang ia ambil sendiri di Biro di Jalan Badak Agung, Denpasar itu. Ada sepiring nasi dan lauk pauknya. Aku ditawari makan, tapi sudah kenyang, pesan teh hangat saja. Novie Gehlen yang bernama lengkap Sri Novie Sagitarini ini bercerita sambil makan. Ya, suasana cair begitu saja, seperti es batu yang mulai menyatu dengan larutan es tehnya. “Mari makan,” ajaknya. Aku tak begitu tahu menu yang dia ambil, yang jelas ia mengambil nasi, sayur, terong dan sambal. Makanan itu dia taruh di atas piring seng berwarna hijau. Terasa makan di rumah.

Ibu dua orang anak ini sangat mendukung gerakan PlastikDetox karena menurutnya ada teman yang diajak berjuang. Ide bisnis ramah lingkungan yang ia terapkan ini berawal dari pengalamannya jalan-jalan di sebuah pulau kecil Gili Asahan, di bawah Labuhan Lembar pada tahun 2012. “Aku melihat banyak sedotan plastik yang tertanam di pasir udah kayak rumput. Siapa yang minum, siapa yang jadi korban?” ungkapnya sambil memperagakan tangannya menggali sedotan di pasir.

Setibanya di Bali pada tahun yang sama, usaha pertamanya pun dibuka yaitu Warung Kecil, disusul di tahun berikutnya Warung Santai, keduanya di daerah Sanur. “Dari awal kami sudah berkomitmen untuk tidak pakai sedotan plastik, mengurangi penggunaan plastik dan diskon 10% jika bawa tempat makan sendiri,” tuturnya. Ia memakai sedotan kertas, stainless steel dan tas koran dalam pelayanannya.

Novie yang hobi naik gunung dan traveling ini mengatakan isu tentang go green lima tahun lalu masih aneh. “Ya aku masih susah ngajarin staf, banyak pelanggan yang komplain. Bagaimana minum tidak pakai sedotan? Bagaimana bawa makanan kalau ga pakai kresek?” ungkap Novie menirukan pertanyaan pelanggan kala itu.


Bisnis adalah Kebanggaan
Novie tak patah semangat untuk menerapkan bisnisnya ini. “Buat aku, pekerjaan itu pride. Buat apa melakukan sesuatu yang aku sendiri tidak bangga? Basic aku itu gerakan pecinta alam. Kalau bisa ya kurangi penggunaan plastik, ga ada dipakai lima menit, nyampahnya bertahun-tahun,” papar anggota Mapala Wanaprasta ini.

Wanita lulusan Sastra Inggris, Universitas Udayana ini memang tak pernah patah arang soal pelestarian lingkungan. “Pernah di awal aku jualan, aku sering diceramahain, aku dipanggil sama bapak-bapak lalu diajak duduk. ‘Kamu ga bisa bikin bisnis seperti ini, orang ga akan mau!’ Ya sudah aku jawab mau cari yang mau aja,” tirunya.
Apabila belanja di warungnya Novie, orang dikenakan biaya untuk kantong plastik seharga dua ribu rupiah. “Awal-awalnya mereka sabar, tapi lama-lama mereka sebal. Jadi mulai bawa tas belanja sendiri deh,” ungkapnya.

Novie mengaku dirinya memang keras kepala, tapi ia berusaha seimbang dalam menjalankan bisnisnya ini. “Aku khawatir dengan staf. Mereka garda depan menghadapi pelanggan, kalau mereka dikata-katain kan kasihan. Aku selalu tanamkan sikap try your best untuk mereka,” tuturnya. Syukurnya pelanggan masih tetap datang. “Kita track orang yang sepemikiran, biasanya orang yang komplain sih akan kembali, mungkin mereka akan bangga. Actually it is a good thing. Ya yang ga balik ada, yang bertahan juga banyak,” lanjut Novie kelahiran 27 November 1985 ini.

Tiga dari lima bisnisnya telah gabung dalam gerakan PlastikDetox yaitu Warung Kecil dan Warung Santai di Sanur serta The Green Window di Ubud. “Kalau Biro belum bisa dulu ya karena kondisi pelanggannya berbeda,” ujarnya. Bisnis Novie lainnya yaitu Bali Highland Organic di Karangasem. Novie mengaku kalau lebih mudah mengajak pelanggan di Sanur dan Ubud untuk bergerak ramah lingkungan karena mereka lebih tahu banyak informasi tentang lingkungan. Lain misalnya untuk orang yang belanja ke Biro yang kebanyakan pekerja, murid yang tidak terlalu  paham dengan isu lingkungan seperti ini. “Ya masalah di Biro, kita agak loose. Kita ga terlalu saklek ngasi tas kresek. Mudah-mudahan mereka masuk ke sini jadi ngeh ya,” ungkapnya.


Terapkan Denda
Novie seorang pebisnis dan juga ibu bagi Ella (10) dan Lucas (7). Kedua anak Novie ini kompak menerapkan peraturan denda sebesar sepuluh ribu rupiah apabila ada yang membawa tas kresek dan sedotan plastik ke rumahnya. Mereka menempelkan pengumuman di pintu kulkas dan menaruh kotak kecil di depannya. “Pernah temanku ke rumah bawain barang aku pakai tas kresek, dia dikenain denda oleh mereka. Itu sih cara mereka saja biar punya uang jajan tambahan. Ha ha,” jelas Novie sembari tertawa.

Novie mengaku tak pernah khusus mengajarkan anaknya tentang bahaya sampah plastik karena anaknya biasa diajak terjun langsung. “Pernah dulu lupa bawa botol minum. Kita lebih memilih beli teh hangat daripada air mineral botol. Aku juga ngajak mereka menggambar soal ajakan membawa tas belanja sendiri di Warung Kecil. Mungkin itu yang bikin dia ingat ya?” ungkapnya.
Ia juga kerap mengajak anaknya ikut kegiatan underwater clean up. Menurut Novie, anak kecil harus tunjukkan aksi sebagai contoh, kita harus melibatkan mereka secara langsung. “Syukurnya mereka tumbuh menjadi anak yang peduli pada lingkungan,” ungkapnya.

Pesan untuk Anak Cucu
Bali itu kecil dan belum punya fasilitas mendaur ulang sesuatu. Novie menekankan yang terpenting itu mengurangi, kemudian menggunakan kembali, setelah itu daur ulang. “Bali itu kecil dan banyak sampah. Jika suatu saat orang meninggalkan kita, ya itu karena pantai kita kotor,” pesannya. Bali tempat indah kok banyak sampah. Ya kita harus menerapkan konsep reduce, reuse, terakhir recycle. “Kalau recycle ya mana fasilitasnya? Berapa persen yang bisa didaur ulang? Terkadang barang bisa dipakai ulang ga bisa dipakai lagi karena sampahnya tercampur,” jelasnya.

Novie mengatakan pemahaman soal sampah itu penting. Meski anak diajarin di sekolah, tapi di rumah dan di sekolah tidak seperti itu. Padahal plastik, kardus, kertas bisa dijual. Ini harus diterapkan perlahan-lahan demi keberlangsungan bumi untuk hidup yang berkelanjutan. Ga mau kan Bali indah dan kecil ini dipenuhi sampah? Ingat anak-anak kita yang akan merasakan dampaknya kelak.
 
Penulis : Luh De Dwi Jayanthi
PlastikDetox Bali Team

Comments

There are no comments

 

Comments are disabled after three months

Other News