coordinator@plastikdetox.com

Empowering small businesses to prevent waste

Tradisi Sopan Perusak Bumi

Posted February 22, 2022, 06:54 by Sri Junantari


Menikmati bubur dari takir daun pisang yang terlihat estetik, tradisional, dan pastinya ramah lingkungan. © Titi Setio

 

Seketika tanganku diraih sang penjual dan direbutnya mangga yang masih ada di tanganku lalu berkata dalam bahasa daerah yang jika diterjemahkan seperti ini, “Dikantongi plastik dulu, kalau saya jualan gak ngasih plastik, kan gak sopan.” 

Dua tahun lalu, aku sempat pulang kampung ke daerah Jawa Tengah. Salah satu yang membuatku senang adalah mencicipi semua masakan dan jajanan asli daerah setempat. Adikku bersemangat mengantarku ke tempat mereka berjualan. Kadang makan di tempat, kadang dibungkus. Beberapa masih dibungkus daun pisang, daun jati dan kalau ada sedikit kuahnya seperti tahu campur dibungkus dengan kertas minyak.

Beberapa penjual jajanan lewat di depan rumah, yang perlu aku lakukan hanya berteriak memanggilnya. Salah satu jajanan favoritku adalah bubur beras dari ibu yang jualan berjalan keliling kampung. Bubur beras panas akan mengeluarkan aroma yang khas saat bersentuhan dengan daun pisang. Pedagang hanya merobek sekitar 3 sentimeter daun pisang yang kemudian dilipat jadi dua sebagai sendoknya. Penjepit daun agar berbentuk menyerupai mangkoknya terbuat dari bambu. Kemasan seperti ini membuat aku sangat senang karena terlihat estetik, tradisional dan pastinya ramah lingkungan.

Selain menikmati kuliner, salah satu kegiatan yang ada di agendaku saat pulang kampung adalah memasak bersama ibu. Pasar pagi buka hanya sampai pukul 08.00 WIB, setelah itu pasar sepi. Tak lupa tas belanja yang kami bawa sendiri. Kami beli satu persatu bahan untuk masak. Mulai dari daging, ikan, sayur dan buah. 

Pedagang daging dan ikan sudah otomatis membungkusnya dengan plastik. Tapi kami menolak saat penjual hendak memberikan plastik lagi di luarnya. Ini semacam menggandakan plastik karena takut jika ada cairan yang keluar dari plastik pertama. Menurutku jika plastik pertama tidak bocor. maka tidak akan ada cairan keluar. 

Perjalanan kami lanjutkan ke penjual buah dan sayur. Aku menolak plastik dari penjual bayam, karena bayamnya sudah diikat dengan bambu tipis jadi tidak akan berantakan. Lalu kami melanjutkan ke penjual buah, kali ini kami menghampiri penjual mangga. Kami membeli dua kilogram mangga, ibuku membayar dan aku ambil mangga langsung dari timbangan lalu kumasukkan ke tas belanjaan. Seketika tanganku diraih sang penjual dan direbutnya mangga yang masih ada di tanganku lalu berkata dalam bahasa daerah yang jika diterjemahkan seperti ini, “Dikantongi plastik dulu, kalau saya jualan gak ngasih plastik, kan gak sopan.” Aku kaget mendengarnya karena mereka berpikir memberi kantong plastik adalah sebuah bentuk kesopanan. Singkat cerita, aku berhasil menolak kantong plastik dari penjual mangga karena ibuku membantu menjelaskan bahwa dirumah sudah banyak kantong plastik.

Lain hari, aku dan adikku pergi ke sebuah supermarket untuk membeli satu barang yaitu susu diabetes untuk ayahku. Saat menyebutkan jumlah yang harus kami bayar, tangan kasir secara otomatis memasukan kotak susu itu ke dalam kantong plastik. Aku menolak, “Gak usah mbak,” kasir itu memandangku saat mendengarnya. Lalu berkata, “Gak sopan ah masa ga diplastikin.” Aku pun jawab, “Iya gapapa mau dimasukin ke bawah jok motor.” Akhirnya aku ambil saja.

Kejadian di atas membuatku berpikir panjang. Apa hubungannya plastik dan nilai kesopanan? Aku berusaha menempatkan diriku sebagai penjual di daerah itu dan hampir semua penjual memberi kantong plastik. Mungkin merasa kurang sopan jika hanya dia sendiri yang tidak memberikan kantong plastik. Tradisi yang merugikan bumi ini harus dihilangkan dan dibutuhkan bantuan pemerintah untuk lebih lagi mensosialisasi bebas kantong plastik terutama di pusat perbelanjaan.

 

Penulis: Titi Setio

Penyunting: Dwi Jayanthi (manajer PlastikDetox)

 

Profil penulis:

Pekerja online dan seorang istri tanpa anak yang berusaha mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dari diri sendiri.


Comments

There are no comments

 

Comments are disabled after three months

Other News