coordinator@plastikdetox.com

Empowering small businesses to prevent waste

Komparasi Regulasi Pembatasan Plastik Sekali Pakai di Indonesia dengan Filipina

Posted November 30, 2023, 04:52 by Sri Junantari

Sore hari yang sibuk saat warga mulai membuang sampah ke TPS Gunung Agung pada Selasa (28/11). ©PlastikDetox

Pemerintah kedua negara mulai menyadari isu ini dan mengeluarkan serangkaian regulasi. Ternyata tidak hanya dalam skala negara, pemerintah lokal juga mulai beraksi. Ambil contoh saja Provinsi Bali dan Quezon City di Metro Manila, Filipina. Kedua wilayah ini mengeluarkan regulasi bahkan lebih dahulu dari pemerintah nasional negaranya masing-masing.

 

Seorang pekerja sedang melihat sampah plastik hasil pemilahannya di TPS Gunung Agung, Denpasar Barat, Selasa (28/11). ©PlastikDetox
 

Sejak penemuannya yang digadang sebagai “material ajaib”, plastik kini digunakan di hampir seluruh sendi kehidupan, mulai dari otomotif, industri, hingga makanan dan minuman. Ada 6 dari 10 Negara di ASEAN menghasilkan rata-rata 31 juta ton sampah setiap tahunnya yang berpotensi terbawa dan mencemari lautan (Julius dan Trajano, 2022). Masalah ini sudah menjadi perhatian pemerintah dari seluruh belahan dunia, mereka berlomba-lomba mencoba mengatasi isu pencemaran plastik di negaranya. 

Salah satu senjata utama pemerintah dalam upaya mengatasi isu ini adalah dengan mengeluarkan regulasi serta kebijakan. Meskipun demikian, perjuangan melawan isu pencemaran plastik masih jauh dari selesai. Buktinya bisa kita lihat saat mengikuti perkembangan saat ini, diprediksi pencemaran plastik di laut akan meningkat 3 kali lipat dalam 20 tahun kedepan (UNEP, 2021). 

Indonesia dan Filipina terhitung sebagai salah satu penyumbang produksi sampah plastik terbesar di kawasan Asia Tenggara. Banyaknya jumlah sampah plastik di kawasan ini kerap menyebabkan pencemaran, bukan hanya karena jumlahnya melainkan ketidakmampuan negara untuk mengolah sampah secara tepat. Terhitung tingkat daur ulang di kawasan Asia Tenggara masih dibawah 50% (UN Environment, 2017). 

Pemerintah kedua negara mulai menyadari isu ini dan mengeluarkan serangkaian regulasi. Ternyata tidak hanya dalam skala negara, pemerintah lokal juga mulai beraksi. Ambil contoh saja Provinsi Bali dan Quezon City di Metro Manila, Filipina. Kedua wilayah ini mengeluarkan regulasi bahkan lebih dahulu dari pemerintah nasional negaranya masing-masing.

Melarang Empat Jenis Sampah

Indonesia menjadi salah satu negara yang akhir-akhir ini menggencarkan upaya mengatasi isu pencemaran sampah plastik. Wajar saja, dikarenakan tercatat menyumbang 7,8 juta ton sampah plastik pada penyidikan tahun 2021. Angka ini merupakan angka yang besar dan mengkhawatirkan mempertimbangkan perkiraan sekitar 4,9 juta ton diantaranya tidak diproses dengan tepat sehingga menyebabkan sampah berakhir mencemari lingkungan, dibakar, atau masih tertimbun menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (Worldbank, 2021). 

Melihat urgensi isu sampah termasuk plastik, Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2019. Permen No.75 ini mengatur peta jalan mengenai pengurangan sampah oleh produsen yang mempengaruhi arah upaya pembatasan plastik sekali pakai di tingkat nasional periode tahun 2020 sampai tahun 2029. 

Ditargetkan salah satunya, mulai tanggal 1 Januari 2030 dapat dilakukan pelarangan 4(empat) jenis kemasan dan wadah yaitu plastik, kaleng aluminium, kaca, dan kertas. Keempat bahan ini dinilai tidak mudah terurai oleh proses alam. Target ini berarti kemasan berbahan plastik termasuk plastik saset, sedotan plastik, kantong plastik, dan wadah alat makan plastik dilarang. 

Pemerintah Provinsi Bali sudah mengusahakan pembatasan plastik sekali pakai melalui Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 97 Tahun 2018 yang sudah diterapkan sejak 1 Juli 2019. Aturan ini melarang penggunaan 3 (tiga) jenis plastik sekali pakai yaitu, kantong plastik sekali pakai, sedotan, dan polistirena plastik (styrofoam). 

Munculnya peraturan ini mengharuskan para pelaku usaha dan konsumen ikut memikirkan alternatif plastik dalam kehidupan sehari-hari. Setelah 4 tahun, penting untuk melihat dampak yang dihasilkan suatu kebijakan dan adanya feedback dari masyarakat untuk memastikan keefektifan berjalannya regulasi tersebut. Ini penting untuk menjadi informasi tambahan dalam perancangan kebijakan PSP di masa depan, hal ini disebut evidence-based policymaking. 

Dampak positif dapat mulai dirasakan sejak diterapkan kebijakan ini, contohnya di Provinsi Bali terhitung sejak 1 Juli 2019 terjadi penurunan penggunaan kantong plastik, sedotan, dan styrofoam sebesar 51%, 66%, dan 77% berturut-turut pada Agustus 2019 (DietPlastik Indonesia, 2022). 

I Putu Gede Wiradana selaku fungsional penelaah dampak lingkungan dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali mengungkapkan, “Menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mengawasi seluruh pelaku usaha terutama pasar dan kaki lima yang ada  di Bali.” Wajar saja, pasar dan kaki lima yang bergerak independen sulit ditertibkan secara merata karena harus didatangi satu persatu tidak seperti minimarket atau supermarket yang dapat mengikuti keputusan pusat.  

Selain itu, Wiradana juga menambahkan pentingnya kesadaran dari masyarakat karena dianggap mustahil untuk pemerintah mengawasi dan membatasi semua sumber sampah plastik yang ada terutama di zaman modern.

Upaya mengatasi plastik sekali pakai bukan tanpa tantangan, apalagi menyangkut regulasi yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Contohnya di Bali, Peraturan Gubernur ditentang sebagian masyarakat terutama oleh pelaku usaha bahkan sempat mendapat permohonan Uji Materiil Mahkamah Agung. 

Permohonan pada 13 Maret 2019 oleh Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi), Didie Tjahjadi, dan Agus Hartono ini meninjau Pasal 7 dan 9 ayat (1). Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Mahkamah Agung.

Komparasi Regulasi tentang Plastik Sekali Pakai di Indonesia dan Filipina serta di Provinsi Bali dan Quezon City. ©PlastikDetox

Kerjasama Pelaku Usaha

Di sisi lain, kerja sama dengan pelaku usaha adalah kunci berhasilnya upaya pembatasan plastik sekali pakai. Rayen Satriana selaku owner Bono Coffee anggota PlastikDetox, menceritakan tantangan dan kondisi langsung upaya melawan plastik sekali pakainya. Rayen menjelaskan untuk usahanya sendiri dan beberapa usaha sejenis sudah banyak yang tidak menyediakan kantong plastik, sedotan plastik, dan menggunakan sedotan kertas untuk take away

“Edukasi masyarakat sama pentingnya dengan saya mengedukasi staf, karena terbiasa tidak membawa tumbler saya terpaksa menyisihkan biaya operasional lebih untuk strawless cup dan sedotan kertas untuk beberapa jenis minuman,” terangnya.

Hal yang serupa juga terjadi di negara tetangga kita di Filipina yang diperkirakan menghasilkan 2,7 juta ton sampah plastik setiap tahunnya, lebih parahnya lagi diperkirakan 20% diantaranya berakhir di laut lepas. Melihat ini, pemerintah Filipina juga mulai berupaya merangkai peraturan yang tepat untuk masalah ini. 

“Pada 2019 terhitung, 489 pemerintah daerah di Filipina sudah menerapkan setidaknya suatu bentuk kebijakan untuk mengatur penggunaan plastik sekali pakai terutama kantong plastik,” tutur Ian Soqueño, Kepala Bagian Anti-Single Use Plastic yang dikutip dari website Climate Reality Philippines.  Akan tetapi, tetap diperlukan rangka kebijakan skala nasional untuk mempersatukannya, House Bill 9147 ditujukan untuk tujuan ini.

HB 9147 menyasar untuk melarang plastik sekali pakai seperti sedotan, kantong, alat makan, dan saset secara bertahap dalam 4 tahun. Sama seperti di Indonesia, muncul tantangan pelaksanaan pembatasan PSP di Filipina, sebagian masyarakat dan Senat menentang pelarangan plastik karena dianggap vital untuk perekonomian. 

Sebagai kompromi, dikeluarkanlah Extended Producer Responsibility Act yang berhasil dimasukan ke dalam undang-undang pada 23 July 2022. Kebijakan ini berfokus pada mendorong terbentuknya sistem pertanggungjawaban produsen untuk lebih ramah lingkungan.

Quezon City termasuk salah satu kota yang berupaya mengatur permasalahan plastik sekali pakai, regulasi ini diatur dalam The City Ordnance 2868-2019 yang melarang penggunaan kantong plastik dalam kota. Baik itu restoran, swalayan, mall, apotek, dan bentuk usaha lain yang terdaftar dalam izin usaha dilarang menggunakan kantong plastik. 

Adapun pengecualian untuk pemakaian pembungkus plastik untuk bahan makanan segar di pasar atau supermarket atas dasar kebersihan. Selain larangan, diberikan juga dana berupa green fund untuk pembiayaan projek dan pembangunan berkelanjutan. Ada juga diberikan insentif bagi konsumen berupa sistem poin (environmental points) setiap dikembalikannya barang yang dapat didaur ulang lalu poin tersebut kemudian dapat ditukarkan dengan barang.

Isu sampah plastik mencemari lingkungan adalah masalah semua pihak, upaya setengah-setengah tidak akan cukup untuk mengatasinya. Sinergi dan koordinasi dari masyarakat, pelaku usaha, dan  juga pemerintah dapat menjadi kunci untuk menghasilkan jawaban yang tepat. Pencemaran sampah plastik akan dirasakan semua dan bukan hanya masalah pemerintah saja, mari ambil bagian sebelum terlambat.

Daftar Pustaka

Trajano, J. C. (2022). Plastic Pollution in Southeast Asia: Wasted Opportunity?.

UN Environment Programme. (2021). From Pollution to Solution: A global assessment of marine litter and plastic pollution.

UN Environment Programme. (2017). Waste Management in ASEAN Countries: Summary Report. Nairobi, Kenya.

World Bank. (2021). Plastic Waste Discharges from Rivers and Coastlines in Indonesia. East Asia and Pacific Region: MARINE PLASTICS SERIES.

DietPlastik Indonesia. (2022). Implementasi Peraturan Pembatasan Plastik Sekali Pakai d Beberapa Provinsi dan Kota di Indonesia. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.

The Reality Climate Project Philippines. (2022). Passage of a national single-use plastic policy pushed. 

 

Penulis: Raynold Matias

Saya Raynold bisa dipanggil Ray. Saya adalah mahasiswa magang dari Hubungan Internasional Universitas Udayana. Mendengarkan musik dan membaca sering saya lakukan setiap ada waktu luang.

Penyunting: Luh De Dwi Jayanthi


Comments

There are no comments

 

Comments are disabled after three months

Other News